INT.
KELAS – PAGI
Seorang
ustadz masuk ke dalam kelas membawa sebilah pedang dan balok kayu. Tampak para
santri bingung melihat ustadznya itu.
ALIF:
Pedangnya Karatan......
USTADZ:
Iya...pedangnya berkarat
Tak
lama kemudian ustad berusaha memotong balok kayu dengan padang karatan itu.
Tampak ustadz berusaha keras supaya kayu itu terbelah. Semakin lama ustadz
mengayunkan pedangnya ke kayu tersebut hingga akhirnya kayu itu terbelah menjadi dua.
USTADZ:
Bukan karena tajamnya pedang, tapi kesungguhan kita// Man Jadda Wa Jadda//
Siapa yang bersungguh-sungguh dia yang berhasil.
Ustadz mengulangi lagi kata Man Jadda Wa Jadda
hingga berkali-kali penuh semangat. Beberapa santri mengikuti kata ustadz.
Tampak
Alif yang duduk di depan enggan mengucapkan kata Man Jadda Wa Jadda. Ustadz
semakin keras mengucapkan kata-kata itu, hingga semua murid mengucapkan kata
Man Jadda Wa Jadda sambil mengepalkan tangannya termasuk Alif.
Begitulah kira-kira sepotong adegan dalam Film Negeri 5
Menara yang membuat hati saya merinding. Film ini diadaptasi dari Novel yang berjudul sama yang ditulis oleh Mas
Fuady. Negeri 5 Menara mengisahkan persahabatan
6 orang santri yang ngangsu kawruh
di Pondok Pesatren Madani. Sebutan
Shahibul Menara muncul karena mereka sering menghabiskan waktu di bawah menara
masjid pesantren. Di Bawah menara inilah mereka berjanji untuk keliling dunia
dan berfoto di bawah menara yang menjadi
Icon negara yang mereka kunjungi.
Kata Man Jadda Wa Jadda saya dengar pertama kali
diucapkan oleh penulis buku Negeri 5 Menara saat menjadi bintang tamu di Kick
Andy. Kata-kata itu langsung masuk dalam hati, saya pikir ini bisa dijadikan
sebuah afirmasi untuk meraih apa yang ingin saya capai. Saya mencoba memasukkan kata-kata itu ke alam
bawah sadar, sehingga di otak saya terinstal sebuah program yang positif.
Man Jadda Wa Jadda yang berarti siapa yang
bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Hal ini dianalogikan dengan membelah kayu
dengan pedang yang karatan. Ternyata pedang yang karat pun bisa digunakan untuk
membelah kayu. Hanya kesungguhan yang dibutuhkan, bukan alat atau fasilitas
yang bagus. Mungkin hal inilah yang dilakukan oleh Thomas Alva Edison, dalam
keterbatasannya dia bisa menemukan sebuah lampu. Jika dia menyerah dalam percobaan
yang pertama, rumah kita tidak akan seterang sekarang. Thomas Alva Edison terus mencoba dengan
sungguh-sungguh sehingga penemuannya sangat bermanfaat untuk menerangi dunia
hingga kini.
Sebelumnya saya sering menggunakan Hasbunallah Wa
ni`mal Wakil sebagai afirmasi ketika sedang dalam kondisi terpuruk atau takut
menghadapi sesuatu. Hasbunallah Wa ni`mal Wakil pernah diucapkan Kanjeng Nabi
Muhammad ketika dia bersembunyi di dalam Gua Hira. Kini saya mempunyai satu
afirmasi lagi yaitu Man Jadda Wa Jadda.
salam
benny pew
http://baliklayarindonesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar