Rabu, 28 April 2010

Ponpes Senin – Kamis Oase buat Waria



Eksistensi kehidupan Waria di Indonesia masih dipandang sebelah mata, mereka masih menjadi kaum marginal di negeri ini. Waria identik dengan jalanan, kehidupan malam yang dekat dengan prostitusi. Bagaimanapun kondisinya waria tetaplah seorang manusia yang memiliki hati nurani, mereka juga mempunyai kerinduan kepada Tuhan.

Hal tersebut juga dialami Maryani pendiri Pondok Pesantren Waria Senin-Kamis yang terletak di Notoyudan Jogjakarta. Awalnya Maryani mengikuti pengajian yang dipimpin Drs.KH. Hamrolie Harun, dia lah satu-satunya waria yang mengikuti pengajian. Meski dia seorang Waria tapi KH. Hamrolie menerima dengan tangan


Maryani yang juga pernah menjabat sebagai ketua Waria Jogjakarta ini kemudian mendirikan pondok pesantren Waria. Meski namanya Pondok Pesantren Waria, di ponpes ini juga menerima santri dari kalangan Gay, Lesbi, Transsexula/Transgender. Menurut wanita kelahiran 50 tahun lalu ini mereka juga manusia yang perlu bimbingan rohani. Pandangan sebelah mata dari masyarakat membuat mereka takut untuk mengikuti pengajian-pengajian. Untuk itulah Maryani mendirikan ponpes ini untuk membimbing mereka mengenal Allah lebih


Kegiatan dalam ponpes ini tidak seperti ponpes pada umumnya. kegiatan ponpes dimulai pada Minggu pukul 17.30 diawali dengan shalat magrib. Setelah itu sepanjang minggu malam sampai senin shubuh santri menjalani kegiatan seperti zikir, salawat, sholat tahajud dan makan sahur untuk puasa sunah senin. Setelah sholat subuh kegiatan diakhiri dengan olah raga pukul 05.00. Maryani menyediakan mukena dan sarung, dia memberikan keleluasaan santrinya untuk memilih pakaian mana yang menurut mereka paling nyaman untuk beribadah.

Pada hari senin kegiatan dimulai pukul 08.00 diawali dengan shalat dhuha. Sepanjang hari diisi dengan kegiatan membaca Al-qur`an, belajar shalat bagi yang belum bisa, setelah buka bersama, kegiatan diakhiri dengan shalat isya berjamaah, setelah itu mereka kembali ke rumah masing.


Selain kegiatan di dalam ponpes, para santri juga diajak untuk Ziarah ke makan temen-temen waria, mereka kan jarang didoakan oleh anggota keluarganya. Tak jarang ada Waria yang meneteskan air mata saat berziarah. Kegiatan ini juga berguna untuk mengingatkan bahwa mereka juga akan mengalami hal serupa. Sehingga muncul niat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah


Waria yang menjadi santri di Ponpes Senin – Kamis tidak dipungut bayaran sepeserpun. Untuk membiayai kegiatan Ponpes, Maryani menyisihkan sebagian hasilnya merias manten dan salon yang terletak tidak jauh dari Ponpesnya. Maryani tidak menolak jika ada donatur yang menyumbang untuk Ponpesnya, tapi dia tidak mencari dana. Kenapa dia tidak mencari dana? Dia takut ada orang yang berprasangka buruk terhadapnya, Waria mendirikan Ponpes hanya untuk meminta-minta.


Pendirian ponpes ini juga menuai pro kontra, selain itu adanya kontroversi dikalangan waria mengenai pakaian yang dikenakan saat beribadah. Menanggapi itu Maryani menyerahkan sepenuhnya kepada santrinya untuk memilih pakaian yang paling nyaman saat beribadah.


Adanya pro kontra Ponpes ini menunjukkan bahwa masyarakat kita masih sulit menerima keberadaaan waria dilingkungannya. Dalam undang undang dasar 1945 mengatakan bahwa setiap warga negara berhak memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing. Apakah hak itu tiba-tiba hilang hanya karena mereka seorang Waria? Good Will mereka seharusnya kita dukung, ini merupakan entry point medekatkan diri pada Allah. Waria juga punya Tuhan!



Diolah dari berbagai sumber



Salam



Bennypew

http://baliklayarindonesia.blogspot.com