Gerakan Belanja
di Warung
Dahulu
supermarket ada di kota besar yang biasanya menyatu dengan mall. Beberapa tahun
terakhir minimarket modern telah merambah hingga tingkat kecamatan. Terkadang
lokasinya berhadapan dengan pasar. Hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi
pendapatan warung-warung yang ada di kampung, karena masyarakat lebih suka
belanja ke mini market meskipun hanya beli sebatang sabun mandi. Bermacam
alasan yang terlontar diantaranya tempat yang nyaman, barangnya lengka. Jarak
tidak menjadi masalah karena untuk mencapai mini market tersebut tidak lebih
dari 15 menit dari rumah
Jika kita lihat
dengan seksama ada perbedaan yang begitu mencolok selain tempat yang nyaman dan
kelengkapan barang. Di warung ada sebuah sisi HUMANISME dan kedekatan secara
emosional, karena antara penjual dan pembeli telah kenal dekat, hidup menyatu
dalam satu kampung.
Kedekatan
emosional ini tidak kita dapatkan saat belanja di mini market, selesai memilih
barang yang diperlukan kita membayar di kasir, setelah itu...??? Ya.... paling
kita mendapatkan ucapan terima kasih dari petugas kasir. Jangankan mengenal
pemilik mini market, bahkan kita tidak peduli dengan nama kasirnya jika kasirnya
tidak cantik hehehehe...
Apakah kita
hanya berdiam diri melihat kenyataan ini, mengandalkan regulasi pemda yang membatasi pendirian mini market?
Semuanya bisa kita mulai dari diri kita sendiri dengan cara membiasakan
berbelanja di warung. Karena bukan tidak mungkin warung itu merupakan tumpuan
hidup keluarga, apakah kita akan membiarkan mereka mati pelan-pelan.
Jika gerakan ini hanya dilakukan satu orang
maka hasilnya tidak maksimal, bayangkan perubahan satu orang diikuti oleh orang
lain, akan tercipta efek yang dasyat. Fenomena koin prita telah menyadarkan
kita tentang besarnya sebuah nilai KOIN jika seluruh indonesia menyumbangkan
koinnya.